Daftar Blog Saya

Sabtu, 31 Desember 2011

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENURUT STANDAR PENGAJARAN NCTM


PENGEMBANGAN BAHAN AJAR  MATERI KUBUS DAN BALOK
MENURUT STANDAR PENGAJARAN NCTM
DENGAN SETTING KOOPERATIF

Oleh: Aisyah*
*Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya

Di dalam Undang-Undang Standar Pendidikan Nasional  Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan pada akhirnya harus diajukan pada upaya untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang ditandai adanya keluhuran budi dalam diri individu, keadilan dalam negara,  dan sebuah kehidupan yang lebih bahagia dan makmur dari setiap individunya.
            Kehidupan masyarakat yang bahagia, makmur dan cerdas hanya bisa terwujud dengan adanya pendidikan yang merata di semua lapisan masyarakat. Salah satu bagian penting dalam proses pendidikan untuk mencetak sumber daya manusia yang unggul adalah harus memperhatikan proses pembelajaran yang ada dikelas. Proses pembelajaran di kelas harus mendapat perhatian penting untuk setiap mata pelajaran. Di sekolah,  mata pelajaran matematika memegang peranan penting dalam mencetak siswa yang mampu berpikir kritis dan bisa mengaplikasikan ilmu matematika mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika merupakan bidang studi yang diajarkan di sekolah mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Saat ini matematika merupakan salah satu standar penilaian nasional, yang merupakan tolok ukur kelulusan siswa di jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Pemerintah berencana secara bertahap menaikkan standar nilai UAN yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Hal ini menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Namun sebagai seorang pendidik yang mengemban tugas mencerdaskan kehidupan bangsa,  peraturan pemerintah ini hendaklah disambut sebagai suatu tantangan yang positif bukan sebagai beban yang berat. Perbaikan proses belajar mengajar di kelas adalah langkah pertama yang harus dibenahi oleh guru.
            Kegiatan belajar mengajar (KBM) merupakan proses aktif bagi siswa dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu” terhadap pengetahuan dan pada akhirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu. (Depdiknas, 2003). Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, salah satu prinsip dasar KBM yaitu berpusat pada siswa, mengembangkan kreatifitas siswa, menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai,menyediakan pengalaman belajar yang beragam dan belajar melalui berbuat. Kegiatan belajar mengajar memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu, guru, siswa, lingkungan, dan evaluasi.
            Guru selain mengemban tugas utama yaitu mengajar, dituntut untuk mampu mengelola, merencanakan, dan menyajikan pembelajaran. Guru harus memiliki ketrampilan membuat rencana dan pengorganisasian pelajaran (Sujono, 1988:33).
Saat ini guru harus memikirkan bagaimana membuat suatu rencana pembelajaran yang memenuhi prinsip dasar KBM di atas. Pembelajaran tidak lagi didominasi oleh guru, tetapi harus berpusat pada siswa. Pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru biasanya masih bersifat satu arah yaitu dari guru ke siswa. Setelah menerangkan materi kemudian guru memberikan tugas sebagai latihan. Tugas yang diberikan juga berupa soal-soal rutin yang hanya mengembangkan kemampuan hafalan dan berhitung. Sudah waktunya bagi guru untuk memikirkan bagaimana membuat tugas yang mampu membangkitkan minat bermatematika dan menantang pemikiran intelektual siswa.
            Pengelolaan lingkungan belajar harus dilakukan oleh guru dalam rangka menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1988:7) bahwa pemanfaatan fasilitas belajar di sekolah dengan baik akan membantu meningkatkan kualitas belajar siswa. Pelajaran matematika merupakan pelajaran yang masih dianggap momok bagi siswa, oleh karena itu dibutuhkan kemampuan guru untuk menyajikan pembelajaran dalam suasana yang tidak menegangkan. Dalam melaksanakan setiap pembelajaran guru harus melakukan evaluasi untuk menilai bagaimana proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan dan apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai. Selain itu evaluasi juga ditujukan bagi guru sendiri apakah sudah menjalankan peranannya dengan baik di kelas. Dengan demikian apabila guru selalu melakukan evaluasi pada setiap pembelajaran yang dilaksanakan, diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
            Geometri merupakan salah satu mata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah. Melalui belajar geometri siswa akan belajar tentang bangun dan struktur geometri dan cara menganalisis karakterisitik dan hubungan dalam geometri. Kemampuan visualisasi spasial, membangun dan memanipulasi mental dari obyek dua atau tiga dimensi merupakan salah satu aspek pemikiran geometri (NCTM, 2000:41). Ide-ide tentang geometri sudah dikenal siswa sebelumnya. Dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitarnya, siswa mengenal berbagai macam bentuk geometri. Kotak berbentuk kubus maupun balok sering dipakai sebagai tempat makanan, alat tulis, sepatu, dan benda lainnya. Namun, kenyataannya masih banyak siswa  yang mengalami kesulitan dalam mempelajari geometri.
            Beberapa temuan tentang kesulitan siswa dalam memahami geometri yaitu, masih banyak siswa belum memahami konsep-konsep dasar geometri, misalnya siswa menyatakan bahwa pengertian rusuk materi kubus dan balok sama dengan sisi bangun datar (Herawati, 1994:4). Hal ini diperkuat dengan temuan dari Soedjadi (Herawati, 1994) yang menyatakan siswa kurang mengenali dan memahami bangun-bangun geometri, terutama bangun-materi kubus dan balok serta unsur-unsurnya.
            Salah satu faktor rendahnya prestasi dan minat belajar geometri selama ini, salah satunya dikarenakan oleh pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Suliharso (2003:2) mengungkapkan guru yang cenderung menggunakan pendekatan konvensional pada pembelajaran kubus dan balok menyebabkan siswa kesulitan memahami konsep dan ide-ide pokok pada topik tersebut serta mengakibatkan siswa kurang termotivasi untuk belajar. Pembelajaran geometri saat ini cenderung berorientasi pada guru, sehingga kurang menumbuhkembangkan pemikiran anak (Sunardi, 2001:1). Dalam pembelajaran di kelas jarang seorang guru menggunakan alat peraga untuk membantu pemahaman siswa, selain itu siswa tidak pernah diajak untuk memanipulasi benda konkret maupun alat peraga untuk mengkonstruk pemahaman mereka tentang geometri.
            Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru matematika SMK Negeri I Batu, materi yang diajarkan di kelas I semester genap meliputi bangun datar dan materi kubus dan balok. Selain itu diperoleh informasi bahwa siswa selama ini masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep materi kubus dan balok. Sehingga sesuai dengan kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi guru berusaha menerapkan pembelajaran yang beracuan konstruktivis dengan menggunakan pendekatan kooperatif. Namun kenyataannya pembelajaran masih bersifat satu arah, siswa masih kurang aktif dalam mengemukakan ide-ide dalam pikiran mereka. Berdasarkan hal tersebut peneliti menawarkan kerjasama untuk menerapkan pembelajaran menurut standar pengajaran  NCTM tanpa menghilangkan pembelajaran kooperatif sebelumnya.
            Pembelajaran menurut standar pengajaran NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) menganut pandangan konstruktivis. Hal ini sesuai dengan kurikulum 2004 bahwa salah satu pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran yaitu konstruktivis. Hudojo (1998:7) menerangkan pandangan matematika dalam pandangan konstruktivistik dicirikan sebagai berikut:
1. siswa terlibat aktif dalam belajarnya,
2. informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan 
 skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi terjadi,
3. orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya   
 adalah pemecahan masalah.
            Standar pengajaran menurut NCTM (1991) terdiri dari 6 standar yang disusun dalam empat komponen, yaitu (1) tugas-tugas, (2) wacana, (3) lingkungan belajar, (4) analisis. Tugas yang diberikan berupa proyek, pertanyaan, masalah, konstruksi, aplikasi dan latihan-latihan yang mengikutsertakan siswa. Wacana meliputi cara mempresentasikan, berpikir, berbicara, menyetujui dan tidak menyetujui yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam membicarakan penyelesaian suatu tugas. Dalam kegiatan pemberian tugas dan pelaksanaan wacana guru harus menciptakan lingkungan belajar yang membantu perkembangan kemampuan matematika siswa. Analisis adalah refleksi sistematis yang dilakukan guru untuk memonitor kegiatan di kelas tentang bagaimana baiknya pemberian tugas, wacana, dan lingkungan yang mempercepat perkembangan matematika setiap siswa.
            Pembelajaran menurut standar pengajaran NCTM dapat dilaksanakan dengan setting kooperatif. Dengan belajar secara kooperatif diharapkan siswa mampu memecahkan masalah (menyelesaikan tugas) dan berperan aktif dalam kegiatan wacana. Belajar kooperatif merupakan pembelajaran yang berorientasi pada pandangan konstruktivistik, dimana dalam belajar kooperatif pemahaman suatu konsep diperoleh melalui aktivitas siswa itu sendiri dan interaksinya dengan siswa yang lain (Sidabutar, 2003:6). Menurut Slavin (1995:5) belajar kooperatif merupakan suatu cara yang dilakukan secara bersama-sama dimana siswa saling menyumbangkan ide, gagasan, dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar