PENGEMBANGAN BAHAN
AJAR MATERI KUBUS
DAN BALOK
MENURUT STANDAR PENGAJARAN NCTM
DENGAN
SETTING KOOPERATIF
Oleh: Aisyah*
*Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika
Universitas Sriwijaya
Di dalam Undang-Undang Standar Pendidikan Nasional
Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan pada
akhirnya harus diajukan pada upaya untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang
ditandai adanya keluhuran budi dalam diri individu, keadilan dalam negara, dan sebuah kehidupan yang lebih bahagia dan
makmur dari setiap individunya.
Kehidupan
masyarakat yang bahagia, makmur dan cerdas hanya bisa terwujud dengan adanya
pendidikan yang merata di semua lapisan masyarakat. Salah satu bagian penting
dalam proses pendidikan untuk mencetak sumber daya manusia yang unggul adalah
harus memperhatikan proses pembelajaran yang ada dikelas. Proses pembelajaran
di kelas harus mendapat perhatian penting untuk setiap mata pelajaran. Di
sekolah, mata pelajaran matematika
memegang peranan penting dalam mencetak siswa yang mampu berpikir kritis dan
bisa mengaplikasikan ilmu matematika mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika merupakan bidang
studi yang diajarkan di sekolah mulai dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi. Saat ini matematika merupakan salah satu standar penilaian nasional,
yang merupakan tolok ukur kelulusan siswa di jenjang sekolah dasar sampai
sekolah menengah atas. Pemerintah berencana secara bertahap menaikkan standar
nilai UAN yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Hal
ini menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Namun sebagai seorang
pendidik yang mengemban tugas mencerdaskan kehidupan bangsa, peraturan pemerintah ini hendaklah disambut
sebagai suatu tantangan yang positif bukan sebagai beban yang berat. Perbaikan
proses belajar mengajar di kelas adalah langkah pertama yang harus dibenahi
oleh guru.
Kegiatan
belajar mengajar (KBM) merupakan proses aktif bagi siswa dan guru untuk
mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu” terhadap pengetahuan
dan pada akhirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu. (Depdiknas, 2003).
Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, salah satu prinsip dasar KBM yaitu
berpusat pada siswa, mengembangkan kreatifitas siswa, menciptakan kondisi
menyenangkan dan menantang, mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan
nilai,menyediakan pengalaman belajar yang beragam dan belajar melalui berbuat. Kegiatan
belajar mengajar memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu, guru, siswa,
lingkungan, dan evaluasi.
Guru
selain mengemban tugas utama yaitu mengajar, dituntut untuk mampu mengelola,
merencanakan, dan menyajikan pembelajaran. Guru harus memiliki ketrampilan
membuat rencana dan pengorganisasian pelajaran (Sujono, 1988:33).
Saat ini guru harus memikirkan
bagaimana membuat suatu rencana pembelajaran yang memenuhi prinsip dasar KBM di
atas. Pembelajaran tidak lagi didominasi oleh guru, tetapi harus berpusat pada
siswa. Pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru biasanya masih bersifat satu
arah yaitu dari guru ke siswa. Setelah menerangkan materi kemudian guru
memberikan tugas sebagai latihan. Tugas yang diberikan juga berupa soal-soal
rutin yang hanya mengembangkan kemampuan hafalan dan berhitung. Sudah waktunya
bagi guru untuk memikirkan bagaimana membuat tugas yang mampu membangkitkan
minat bermatematika dan menantang pemikiran intelektual siswa.
Pengelolaan
lingkungan belajar harus dilakukan oleh guru dalam rangka menciptakan kondisi
belajar yang menyenangkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo
(1988:7) bahwa pemanfaatan fasilitas belajar di sekolah dengan baik akan
membantu meningkatkan kualitas belajar siswa. Pelajaran matematika merupakan
pelajaran yang masih dianggap momok bagi siswa, oleh karena itu dibutuhkan
kemampuan guru untuk menyajikan pembelajaran dalam suasana yang tidak
menegangkan. Dalam melaksanakan setiap pembelajaran guru harus melakukan
evaluasi untuk menilai bagaimana proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan
dan apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai. Selain itu evaluasi juga
ditujukan bagi guru sendiri apakah sudah menjalankan peranannya dengan baik di
kelas. Dengan demikian apabila guru selalu melakukan evaluasi pada setiap
pembelajaran yang dilaksanakan, diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar
siswa.
Geometri
merupakan salah satu mata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah.
Melalui belajar geometri siswa akan belajar tentang bangun dan struktur
geometri dan cara menganalisis karakterisitik dan hubungan dalam geometri.
Kemampuan visualisasi spasial, membangun dan memanipulasi mental dari obyek dua
atau tiga dimensi merupakan salah satu aspek pemikiran geometri (NCTM,
2000:41). Ide-ide tentang geometri sudah dikenal siswa sebelumnya. Dalam
kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitarnya, siswa mengenal berbagai macam
bentuk geometri. Kotak berbentuk kubus maupun balok sering dipakai sebagai
tempat makanan, alat tulis, sepatu, dan benda lainnya. Namun, kenyataannya
masih banyak siswa yang mengalami
kesulitan dalam mempelajari geometri.
Beberapa
temuan tentang kesulitan siswa dalam memahami geometri yaitu, masih banyak
siswa belum memahami konsep-konsep dasar geometri, misalnya siswa menyatakan
bahwa pengertian rusuk materi kubus dan balok sama dengan sisi bangun datar
(Herawati, 1994:4). Hal ini diperkuat dengan temuan dari Soedjadi (Herawati,
1994) yang menyatakan siswa kurang mengenali dan memahami bangun-bangun
geometri, terutama bangun-materi kubus dan balok serta unsur-unsurnya.
Salah
satu faktor rendahnya prestasi dan minat belajar geometri selama ini, salah
satunya dikarenakan oleh pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Suliharso
(2003:2) mengungkapkan guru yang cenderung menggunakan pendekatan konvensional
pada pembelajaran kubus dan balok menyebabkan siswa kesulitan memahami konsep
dan ide-ide pokok pada topik tersebut serta mengakibatkan siswa kurang
termotivasi untuk belajar. Pembelajaran geometri saat ini cenderung
berorientasi pada guru, sehingga kurang menumbuhkembangkan pemikiran anak
(Sunardi, 2001:1). Dalam pembelajaran di kelas jarang seorang guru menggunakan
alat peraga untuk membantu pemahaman siswa, selain itu siswa tidak pernah
diajak untuk memanipulasi benda konkret maupun alat peraga untuk mengkonstruk
pemahaman mereka tentang geometri.
Dari
hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru matematika SMK Negeri
I Batu, materi yang diajarkan di kelas I semester genap meliputi bangun datar
dan materi kubus dan balok. Selain itu diperoleh informasi bahwa siswa selama
ini masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep materi kubus dan balok.
Sehingga sesuai dengan kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi guru berusaha
menerapkan pembelajaran yang beracuan konstruktivis dengan menggunakan
pendekatan kooperatif. Namun kenyataannya pembelajaran masih bersifat satu
arah, siswa masih kurang aktif dalam mengemukakan ide-ide dalam pikiran mereka.
Berdasarkan hal tersebut peneliti menawarkan kerjasama untuk menerapkan
pembelajaran menurut standar pengajaran
NCTM tanpa menghilangkan pembelajaran kooperatif sebelumnya.
Pembelajaran
menurut standar pengajaran NCTM (National Council of Teachers of Mathematics)
menganut pandangan konstruktivis. Hal ini sesuai dengan kurikulum 2004 bahwa
salah satu pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran yaitu
konstruktivis. Hudojo (1998:7) menerangkan pandangan matematika dalam pandangan
konstruktivistik dicirikan sebagai berikut:
1. siswa terlibat aktif dalam belajarnya,
2. informasi
baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan
skemata
yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi terjadi,
3. orientasi
pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya
adalah
pemecahan masalah.
Standar
pengajaran menurut NCTM (1991) terdiri dari 6 standar yang disusun dalam empat
komponen, yaitu (1) tugas-tugas, (2) wacana, (3) lingkungan belajar, (4)
analisis. Tugas yang diberikan berupa proyek, pertanyaan, masalah, konstruksi,
aplikasi dan latihan-latihan yang mengikutsertakan siswa. Wacana meliputi cara
mempresentasikan, berpikir, berbicara, menyetujui dan tidak menyetujui yang
dilakukan oleh guru dan siswa dalam membicarakan penyelesaian suatu tugas.
Dalam kegiatan pemberian tugas dan pelaksanaan wacana guru harus menciptakan
lingkungan belajar yang membantu perkembangan kemampuan matematika siswa.
Analisis adalah refleksi sistematis yang dilakukan guru untuk memonitor
kegiatan di kelas tentang bagaimana baiknya pemberian tugas, wacana, dan
lingkungan yang mempercepat perkembangan matematika setiap siswa.
Pembelajaran
menurut standar pengajaran NCTM dapat dilaksanakan dengan setting kooperatif.
Dengan belajar secara kooperatif diharapkan siswa mampu memecahkan masalah
(menyelesaikan tugas) dan berperan aktif dalam kegiatan wacana. Belajar
kooperatif merupakan pembelajaran yang berorientasi pada pandangan
konstruktivistik, dimana dalam belajar kooperatif pemahaman suatu konsep
diperoleh melalui aktivitas siswa itu sendiri dan interaksinya dengan siswa
yang lain (Sidabutar, 2003:6). Menurut Slavin (1995:5) belajar kooperatif
merupakan suatu cara yang dilakukan secara bersama-sama dimana siswa saling
menyumbangkan ide, gagasan, dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil
belajar secara individu maupun kelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar