AKSIOLOGI PENGETAHUAN
Oleh: Aisyah*
*Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika
Universitas Sriwijaya
1. AKSIOLOGI
Secara etimologis, aksiologi berasal dari perkataan
“axios” (yunani) yang berarti “nilai”, dan “logos” yang berarti “teori”. Jadi
aksiologi adalah teori tentang nilai. (Burhanuddin Salam,1997). Aksiologi
adalah suatu teori tentang nilai yang berkaitan dengan bagaimana suatu ilmu
digunakan.
2. PENGETAHUAN
Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang
kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu.
Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia
disamping berbagai pengetahuan lain seperti seni dan agama.
3. ILMU
Ilmu adalah kumpulan dari pengetahuan yang diperoleh
melalui kegiatan penelitian ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan
secara keilmuan.
Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut berpikir ilmiah. (Burhanuddin Salam, 1997). Hakekat bepikir ilmiah mencakup dua kriteria utama, yaitu :
Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut berpikir ilmiah. (Burhanuddin Salam, 1997). Hakekat bepikir ilmiah mencakup dua kriteria utama, yaitu :
1. Mempunyai alur jalan pikiran yang logis.
2. Didukung oleh fakta empiris.
2. Didukung oleh fakta empiris.
Dari hakikat berfikir ilmiah
tersebut maka kita dapat menyimpulkan beberapa karakteristik dari
ilmu(Burhanuddin Salam, 1997), sebagai berikut:
- Ilmu
mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
- Alur jalan fikiran yang logis yang konsisten dengan pengetahuan yang telah ada.
- Pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran objektif.
- Mekanisme yang terbuka terhadap koreksi.
Ilmu merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan
untuk mengetahui sesuatu dengan memperhatikan objek (ontologi), cara
(epistemologi), dan kegunaannnya (aksiologi). Adapaun kegunaan ilmu itu adalah
sebagai berikut :
1. Mencapai nilai
kebenaran (ilmiah)
2. Memahami aneka kejadian
3. Meramalkan peristiwa yang akan terjadi
4. Menguasai alam untuk memanfaatkannya.
4. TEKNOLOGI
2. Memahami aneka kejadian
3. Meramalkan peristiwa yang akan terjadi
4. Menguasai alam untuk memanfaatkannya.
4. TEKNOLOGI
Jujun S. Suriasumantri mendefinisikan teknologi adalah
penerapan konsep ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah praktis baik yang
berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). ada
beberapa esensi yang terkandung mengenai teknologi yaitu :
- Teknologi terkait dengan ide atau pikiran yang tidak akan pernah berpikir, keberadaan teknologi bersama dengan keberadaan budaya umat manusia.
- Teknologi merupakan kreasi dari manusia, sehingga tidak alami dan bersifat artifisial.
- Teknologi merupakan himpunan dari pikiran (set of minds), sehingga teknologi dapat dibatasi atau bersifat universal, tergantung dari sudut pandang analisis.
- Teknologi bertujuan untuk memfasilitasi human endeavor (ikhtiar manusia), sehingga teknologi harus mampu meningkatkan performansi (kinerja) kemampuan manusia.
Fungsi teknologi, yaitu :
- Sebagai sarana untuk memberikan
kemudahan bagi kehidupan manusia.
2. Meningkatkan performansi (kinerja) kemampuan manusia.
5. ILMU DAN MORAL
Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsbnya . Ilmu secara moral harus
ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah
hakikat kemanusiaan.
Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana
adanya (netralitas ilmu), sedangkan di pihak lain terdapat keinginan agar ilmu
mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat dalam
ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan (nilai moral), seperti agama. Ketika ilmu
dapat mengembangkan dirinya, dari konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma
dalam bentuk kongkrit yang berupa teknologi. Kalau dalam kontemplasi
masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka dalam tahap manipulasi
masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah.
Ilmuwan terbagi dalam dua golongan, yaitu :
(Jujun.S.Sumantri,1996)
a. Golongan I
Golongan pertama menginginkan bahwa
ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis
maupun aksiologis.
b. Golongan II
golongan kedua berpendapat netralitas
ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuwan, sedangkan
dalam penggunaannya, harus berlandaskan asas-asas moral.
Menurut Jujun S.Sumantri dalam
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, tanggung jawab sosial ilmuwan meliputi
antara lain :
1.
Kepekaan/kepedulian terhadap
masalah-masalah sosial di masyarakat.
2.
Imperatf, memberikan perspektif
yang benar terhadap sesuatu hal : untung dan ruginya, baik dan buruknya ;
sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan.
3.
Bertindak persuasif dan
argumentatif (berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya).
4.
Meramalkan apa yang akan
terjadi ke depan.
5.
Menemukan alternatif dari objek
permasalahan yang sedang menjadi pusat perhatian.
6.
Memberitahukan kekeliruan cara
berfikir.
7.
Menegakkan/menjunjung tinggi
nilai kebenaran (universal)
-
menganalisis materi kebenaran
(kegiatan intelektual).
-
prototype motorik yang baik
(memberi contoh)
6. NILAI
Runes (dalam
Sadulloh, 2003:38) mengemukakan beberapa persoalan tentang nilai yang mencakup:
hakikat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status metafisika nilai.
6.1 HAKIKAT NILAI
Ada beberapa teori yang berbicara tentang hakikat nilai antara
lain:
- Teori
voluntarisme mengatakan nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan
atau kemauan.
- Teori
hedonisme beranggapan bahwa hakikat nilai adalah kesenangan atau “pleasure” karena semua kegiatan
manusia terarah pada pencapaian kesenangan.
- Teori
formalisme menyatakan nilai adalah kemauan yang bijaksana yang didasarkan
pada akal rasional. Berdasarkan teori ini nilai itu berari sudah
berdasarkan pertimbangan baik dan buruknya.
- Teori
pragmatisme menyatakan bahwa nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan
memiliki nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
6.2
KRITERIA NILAI
Sesuatu yang
menjadi ukuran dari nilai tersebut, bisa berupa nilai yang baik atau nilai yang
buruk. Bagi kaum hedonisme mereka menemukan ukuran nilai dalam sejumlah kesenangan,
sementara bagi kaum pragmatis menemukan ukuran nilai dari “kegunaannya” dalam kehidupan baik individu maupun masyarakat.
Berdasarkan hakikat
nilai yang telah disimpulkan sebelumnya maka kriteria nilai itu dikatakan baik
jika memiliki kegunaan atau manfaat dalam kehidupan manusia begitu pun
sebaliknya.
6.3
STATUS METAFISIKA NILAI
Yang dimaksud
dengan status metafisika nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut
dengan realitas. Menurut Runes (dalam Sadulloh, 2003: 38) mengemukakan tiga jawabannya,
yaitu subjektivisme adalah nilai itu berdiri sendiri, namun bergantung dan
berhubungan dengan pengalaman manusia. Secara objektivisme logis, nilai itu
sesuatu wujud, suatu kehidupan yang logis, tidak terkait pada kehidupan yang
dikenalnya. Secara objektivisme metafisika, nilai adalah sesuatu yang lengkap,
objektif, dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.
6.4. KARAKTERISTIK NILAI
1. Nilai objektif dan subjektif.
Suatu nilai
dikatakan objektif apabila nilai tersebut memiliki kebenarannya tanpa
memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia. Nilai subjektif apabila nilai
tersebut memiliki preferensi abadi, dikatakan baik karena dinilai seseorang.
2. Nilai absolut dan
berubah
Nilai dikatakan absolut atau
abadi apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan
akan berlaku serta absah sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapa pun
tanpa memperhatikan ras dan kelas social. contohnya nilai kasih saying, ALLAH
Maha Pengampun. Nilai dikatakan berubah apabila tergantung dari pengalaman
seseorang, dan diuji oleh pengalaman dalam kehidupan masyarakat. Mungkin juga
sebagai hasil kreasi akal rasional atau suatu kepercayaan yang kuat sesuai
dengan harapan dan keinginan manusia. Sebagai contohnya adalah teknologi.
6.5 TINGKATAN NILAI
Beberapa pandangan
yang berkaitan dengan tingkatan nilai.
1.
Kaum idealis : nilai spiritual merupakan
tingkatan yang lebih tinggi dari material.
2. Kaum realis : nilai rasional dan empiris berada pada
tingkatan atas
Kaum pragmatis :
tidak ada kepastian dalam tingkatan nilai, karena menurut kaum ini apabila bisa
memuaskan kebutuhan yang penting dan memiliki nilai instrumental maka hal
tersebut berada pada tingkat atas.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hakim Nasution. Pengantar Ke Filsafat Dains. Penerbit PT. Pustaka Litera Antar
Nusa, 1999
http://lela68.wordpress.com/2009/05/24/filsafat-ilmu-perkembangan-teori-atom/. Diakses pada 28 Nopember 2010.
http://www.slideshare.net/yadiedwitama/10-perkembangan-teori-atom. Diakses pada 28 N0vember 2010.
http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=91&fname=kim102_06.htm. Diakses pada 28 Nopember 2010.
Kwary, Deny A. Gambaran
Umum Ilmu Bahasa (Linguistik ),
(Online),
http://www.kwary.net/Linguistics/Gambaraan%20Umum%20Ilmu%20Bahasa.doc.. Diakses pada 28
Nopember 2010.
Salliyanti. 2008
Language is Powerful,
(Online), http://library.usu.ac.id/download/fs/06002046.pdf.
Medan: Universitas Sumatera
Utara. Diakses pada tanggal 22 November 2009
Suriasumantri, Yuyun S. 2003. Filsafat ilmu sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar