Daftar Blog Saya

Minggu, 01 Januari 2012

EPISTEMOLOGI PENGETAHUAN


EPISTEMOLOGI PENGETAHUAN
Oleh: Aisyah*
*Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya

PENGERTIAN
Epistemologi berasal dari kata episteme dan logos, berasal dari bahasa Yunani. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Jadi Epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan (Theory of Knowledge).  Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak benar. Batasan-batasan di atas nampak jelas bahwa hal-hal yang hendak diselesaikan epistemologi ialah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.
OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI
            Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan
Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
LANDASAN EPISTEMOLOGI
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
(1)     Penemuan atau Penentuan masalah. Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
(2)     Perumusan Kerangka Masalah merupakan usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.
(3)     Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.
(4)     Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
(5)     Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.
(6)     Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.
RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.
KEBENARAN PENGETAHUAN
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran (Surajiyo, 2005) antara lain sebagai berikut :
  1. The correspondence theory of truth (Teori Kebenaran Saling Berkesesuian). Berdasarkan teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan bahwa kebenaran itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud dengan faktanya..
  2. The Semantic Theory of Truth (Teori Kebenaran berdasarkan Arti).
Berdasarkan Teori Kebenaran Semantiknya Bertrand Russell, bahwa kebenaran (proposisi) itu ditinjau dari segi arti atau maknanya.
  1. The consistence theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Konsisten). Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
  2. The pragmatic theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Pragmatik). Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata tergantung kepada faedahnya bagi manusia dalam kehidupannya.
  3. The Coherence Theory of Truth(Teori Kebenaran berdasarkan Koheren) Berdasarkan teori Koherennya Kattsoff (1986) dalam bukunya Element of Philosophy, bahwa suatu proposisi itu benar, apabila berhubungan dengan ide-ide dari proposisi terdahulu yang benar.
  4. The Logical Superfluity of Truth (Teori Kebenaran Logis yang berlebihan). Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Ayer, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama dan masing-masing saling melingkupi.
  5. Teori Skeptivisme, suatu kebenaran dicari ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap.
  6. Teori Kebenaran Nondeskripsi. Teori yang dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme, yang menyatakan bahwa suatu pernyataan mempunyai nilai benar tergantung pada peran dan fungsi dari pada pernyataan itu.
Kebenaran dapat dibuktikan secara : Radikal (Individu), Rasional (Obyektif), Sistematik (Ilmiah), dan Semesta (Universal). Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu: 1) Kebenaran wahyu, 2) Kebenaran spekulatif filsafat, 3) Kebenaran positif ilmu pengetahuan dan 4) Kebenaran pengetahuan biasa. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.
TERJADINYA PENGETAHUAN
Menurut Made Pidarta (1997: 77) ada lima sumber pengetahuan: 1) Otoritas, yang terdapat dalam enseklopedi, buku teks yang baik, rumus, dan tabel; 2) Common sense, yang ada pada adat dan tradisi; 3) Intuisi yang berkaitan dengan perasaan ; 4) Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman; 5) Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah. Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis (Abbas Hamami, 1982 ) mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh pengetahuan, yaitu :
1. Pengalaman Indra ( sense experience)
2. Nalar ( reason )
3. Otoritas ( authority )
4. Intuisi ( Intuition )
5. Wahyu (revelation )
6. Keyakinan ( faith )
MACAM-MACAM PENGETAHUAN
Macam-macam pengetahuan menurut Imanuel Kant ialah :
  1. Pengetahuan Analitis; predikat sudah termuat dalam subyek. Predikat diketahui melalui suatu analisis obyek. Misalnya, lingkaran itu bulat.
  2. Pengetahuan Sintetis Aposteriori; predikat dihubungkan dengan subyek berdasarkan pengalaman indrawi.
  3. Pengetahuan Sintetis Apriori: Akal budi dan pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pesawat, ilmu pasti bersifat sintetis apriori. (Surajiyo, 2005)
KLASIFIKASI ILMU
Menurut Cristian Wolff, klasifikasi ilmu pengetahuan ialah :
  1. Ilmu pengetahuan empiris :
1. Kosmologi empiris
2. Psikologi empiris
b. Matematika
1.
Murni : aritmatika, geometri aljabar
2. Campuran : mekanika, dll.
c. Filsafat:
1. Spekulatif (metafisika)
a. Umum-ontologi
b. Khusus: psiokologi, kosmologi, theologi
2. Praktis:
a. Intelek-logika
b. Kehendak : ekonomi, etika, politik
c. pekerjaan fisik : teknik.
2. Auguste Comte, klasifikasi ilmu pengetahuan ialah :
a. Ilmu pasti (matematika)
b. ilmu perbintangan (astronomi)
c. ilmu alam ( fisika )
d. ilmu kimia
e. ilmu hayat ( biologi atau fisiologi )
f. ilmu fisika sosial ( sosiologi )
3. Karl Raimund Popper, mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menjadi :
a. Dunia I : Kenyataan fisik dunia
b. Dunia II : Kenyataan psikis dari dalam diri manusia
c. Dunia III : Hipotesis, hukum, Teori (ciptaan manusia) yaitu :
Karya ilmia, Studi ilmiah dan Penelitian ilmiah
4. Jurgen Habermas, mengklasifikasi ilmu pengetahuan sebagai berikut :
a. Ilmu bersifat empiris-analitis : ilmu alam dan sosial empiris.
b. Ilmu bersifat historis-hermeneutis : Humaniora
c. Ilmu yang bersifat sosial-kritis : Ekonomi,sosiologi dan politik
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN ILMU
Dalam perkembangnnya, ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
  1. Tahap Sistematika.
Pada tahap ini, ilmu menggolongkan obyek empiris ke dalam kategori- kategori tertentu untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum yang merupakan pengetahuan bagi manusia dalam mengenal dunia fisik.
  1. Tahap Komparatif.
Pada tahap ini manusia mulai membandingkan antara kategori yang satu dengan kategori yang lain.
  1. Tahap Kuantitatif
Pada tahap ini manusia mencari hubungan sebab akibat, tidak lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang disediki.
KARAKTERISTIK ILMU
Menurut Surajiyo alam bukunya Ilmu Filsafat suatu Pengantar (2005), karakteristik pengetahuan dalam 5 bagian, adalah:
  1. Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
  2. Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.
  3. Obyektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.
  4. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan dan peranan dari bagian-bagian itu.
  5. Verifikatif, pengetahuan dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun.
METODE ILMIAH
Landasan epistemologi ilmu adalah metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan secara ilmiah yang disebut ilmu atau pengetahuan ilmiah.
Langkah-langkah kegiatan berpikir ilmiah:
1) penemuan atau penentuan masalah secara sadar
2) perumusan kerangka permasalahan
3) menyususn kerangka penjelasan
4) pengajuan hipotesis
5) pengujian hipotesis
6) deduksi dari hipotesis
7) pembuktian dari hipotesis
8) penerimaan hipotesis menjadi teori ilmiah


DAFTAR PUSTAKA
Andi Hakim Nasution. Pengantar Ke Filsafat Dains. Penerbit PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1999
http://lela68.wordpress.com/2009/05/24/filsafat-ilmu-perkembangan-teori-atom/. Diakses pada 28 Nopember 2010.                          
Kwary, Deny A. Gambaran Umum Ilmu Bahasa (Linguistik ), (Online),

Salliyanti. 2008  Language is Powerful, (Online),  http://library.usu.ac.id/download/fs/06002046.pdf. Medan: Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 22 November 2009

Suriasumantri, Yuyun S. 2003. Filsafat ilmu sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar